Pesan mbah kiai
Menerima keadaan dengan ikhlas.
Bila orang bekerja dan kebetulan bukan karena suka, melainkan terpaksa.
Apapun yang dilakukan akan terasa sebuah beban.
Berangkat bekerja sudah bawaannya mager, Malas gerak.
Setiap kali disuruh atasan atau melakukan tugasnya sebagai karyawan, akan terasa berat berkali lipat, membosankan dan ingin segera jam 17:00 atau jam selesai bekerja.
Orang model ini biasanya hanya selalu bersemangat bila hari gajian tiba.
Itulah saudara kembarnya seseorang yang menerima ujian, cobaan atau suatu penyakit dengan tanpa keikhlasan atau sikap lapang dada.
Misalnya dia mendapat diagnosa suatu penyakit kambuhan macam diabetes, bipolar, skizofrenia atau mendapat diagnosa virus HIV.
Tiap kali berobat akan dianggap beban.
Kewajiban2 dan hal yang seharusnya dia lakukan, yaitu berobat tadi setiap waktu ingin segera diakhiri.
Maunya segera gajian.. Eh sembuh.
Tapi berobatnya malas dan kurang disiplin.
Berangkat konsul sebulan sekali atau dua kali rasanya seperti harus tiap hari.
Kadang mudah sekali terbujuk ajakan atau rayuan oknum pengobatan alternatif.
Itu tandanya kurang ikhlas.
Dan ikhlas dan lapang dada menerima diagnosa sebuah penyakit memang bukan hal yang mudah.
Namun bisa diperjuangkan.. Dan sisi positifnya nanti bisa menular dalam keseharian.
Hidup jadi terasa selaw dan damai.
Lagipula, hidup bersama sebuah penyakit atau misalnya ujian berupa disabilitas itu sudah berat. Masa mau ditambah berat dengan perasaan tidak ikhlas?
"Saat kita ikhlas menerima yang terjadi, apa yang kita lakukan tak lagi terasa seperti sebuah beban atau kewajiban.
Didepan orang yang hatinya selalu ikhlas, Masalah apapun nanti yang akan datang akan terasa seperti riak air kecil.
Kadang jika terasa berat, akan dipikir keri, sambil berserah pada Tuhan"
( quote by mbah kiai djito - translated from javanese to indonesian)
0 comments