Mengendalikan Halusinasi
Dahulu, mungkin sekitar tahun 2008, itu masa dimana aku tak bisa konsisten dalam berobat.
Mau gimana? Tak ada satupun keluarga yg mendukung.
Masyarakat menstigma. Psikiater dan Poli jiwa adanya di kota lain.
Tapi aku masih bisa bekerja, atau lebih tepatnya memaksakan diri bekerja. Dengan cara berdamai dan pakai trik2 tertentu untuk mengendalikan gejala2nya.
Misalnya, kala itu aku bekerja sebagai kru Orkes Musik / OM lokal.
Sebut saja OM Pesona nada ( nama aku samarkan).
Group Orkesnya nga sebesar OM SERA nya Via Vallen ,atau OM monata nya Cak Sodiq, tapi dulu sebulan bisa sekitar 3 atau 4 kali manggung.
Aku bertugas sebagai soundman,dan kru panggung. atau gampangnya bagian yang mengatur peralatan elektronik seperti lampu, sound system dan memasang panggungnya.
Yang aku ingat ialah rasa kekeluargaan yang erat.
Tiap habis manggung, kami biasanya berkumpul dibelakang panggung sambil makan bersama.
Antara biduan penyanyi, pemain musik dan kru semua berkumpul makan tanpa meja.
Hanya duduk beralaskan kursi lipat yang dingin beratap terpal plastik.
Namun,
Aku tak biasa duduk bersebelahan dan berbicara dengan wanita yang berdandan cantik dan berpakaian sekseh.
Biasanya jika di dekatku ada biduan semacam itu duduk bersebelahan denganku, aku biasanya mengalungkan kedua tangan ke leher.
Atau kadang memasukkan tangan kedalam kantong celana.
Bukan untuk coli..
Tapi karena, bila berada sangat dekat dengan perempuan yang berpakaian minim dan punya badan sekseh, akan ada dorongan dan pikiran untuk, maaf meremas payudara perempuan itu.
Singkatnya dikepala ada semacam dorongan melakukan seksual abuse.
Berbahaya , menjijikkan , mesum, sekaligus aneh.
Tapi itulah "penderitaan" halusinasi yang harus dihadapi seorang pengidap gangguan psikotik.
Karenanya, aku kadang terpaksa harus mengendalikan dan mengelola bagaimana caranya tak lepas kendali.
Jadi terasa menderita karena saya seperti harus berperang melawan diri sendiri.
Skizofrenia itu penyakit yang menurut aneh.
Kadang seorang anak yang ibunya pengidap skizofrenia, bisa seperti punya ibu sekaligus tak punya ibu.
Orang tua pun bisa merasakan rasanya punya anak sekaligus tak punya anak disaat bersamaan bila anaknya ODS.
Akupun sama,
Kadang, Diriku seperti bukan diriku sendiri.
0 comments